Sholat Dhuha
Sholat dhuha
atau sholat sunah dhuha merupakan sholat sunah yang dikerjakan pada
waktu dhuha. Waktu dhuha merupakan waktu dimana matahari telah terbit
atau naik kurang lebih 7 hasta hingga terasa panas menjelang shalat
dzhur. atau sekitar jam 7 sampai jam 11, tentunya setiap daerah berbeda,
tergantung posisi matahari pada daerah masing-masing. Sholat dhuha
sebaiknya dikerjakan pada seperempat kedua dalam sehari, atau sekitar
pukul sembilan pagi. Sholat dhuha dilakukan secara sendiri atau tidak
berjamaah (Munfarid)
Niat Sholat dhuha
Untuk
niat sholat dhuha hampir sama dengan sholat sunah lainnya, yaitu sebagai berikut
Ushallii sunnatadh-dhuhaa rak’ataini lillaahi ta’aalaa
arti dalam bahasa Indonesia :
Aku niat shalat sunat dhuha dua rakaat, karena Allah.
Tata cara sholat dhuha
Tata cara sholat dhuha hampir sama dengan sholat sunah pada umumnya,
- Setelah membaca niat seperti yang telah tertulis diatas kemudian membaca takbir,
- Membaca doa Iftitah
- Membaca surat al Fatihah
- Membaca satu surat didalam Alquran. Afdholnya rakaat pertama membaca surat Asy-Syam dan rakaat kedua surat Al Lail
- Ruku’ dan membaca tasbih tiga kali
- I’tidal dan membaca bacaannya
- Sujud pertama dan membaca tasbih tiga kali
- Duduk diantara dua sujud dan membaca bacaanya
- Sujud kedua dan membaca tasbih tiga kali
- Setelah
rakaat pertama selesai, lakukan rakaat kedua sebagaimana cara diatas,
kemudian Tasyahhud akhir setelah selesai maka membaca salam dua kali.
Rakaat-rakaat selanjutnya dilakukan sama seperti contoh diatas.
Jumlah rakaat sholat dhuha
Sholat
dhuha dilakukan dalam satuan dua rakaat satu kali salam. Sementara itu
untuk berapa jumlah maksimal sholat dhuha ada pendapat yang berbeda dari
para ulama, ada yang mengatakan maksimal 8 rakaat, ada yang maksimal 12
rakaat, dan ada juga yang berbedapat tidak ada batasan.
Untuk
mengetahui lebih jelas mengenai perbedaan pendapat jumlah rakaat sholat
dhuha silahkan simak penjelasan yang kami kutip dari konsultasi syariah
di bawah ini
Pertama, jumlah rakaat maksimal adalah delapan
rakaat. Pendapat ini dipilih oleh Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
Dalil yang digunakan madzhab ini adalah hadis Umi Hani’
radhiallaahu ‘anha, bahwasanya Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahnya ketika
fathu Mekah dan Beliau shalat delapan rakaat. (HR. Bukhari, no.1176 dan Muslim, no.719).
Kedua,
rakaat maksimal adalah 12 rakaat. Ini merupakan pendapat Madzhab
Hanafi, salah satu riwayat dari Imam Ahmad, dan pendapat lemah dalam
Madzhab Syafi’i. Pendapat ini berdalil dengan hadis Anas
radhiallahu’anhu
من صلى الضحى ثنتي عشرة ركعة بنى الله له قصرا من ذهب في الجنة
“Barangsiapa
yang shalat dhuha 12 rakaat, Allah buatkan baginya satu istana di
surga.” Namun hadis ini termasuk hadis dhaif. Hadis ini diriwayatkan
oleh Tirmidzi, Ibn Majah, dan Al-Mundziri dalam
Targhib wat Tarhib.
Tirmidzi mengatakan, “Hadis ini gharib (asing), tidak kami ketahui
kecuali dari jalur ini.” Hadis ini didhaifkan sejumlah ahli hadis,
diantaranya Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqalani dalam
At-Talkhis Al-Khabir (2: 20), dan Syaikh Al-Albani dalam A
l-Misykah (1: 293).
Ketiga,
tidak ada batasan maksimal untuk shalat dhuha. Pendapat ini yang
dikuatkan oleh As-Suyuthi dalam Al-Hawi. Dalam kumpulan fatwanya
tersebut, Suyuthi mengatakan, “Tidak terdapat hadis yang membatasi
shalat dhuha dengan rakaat tertentu, sedangkan pendapat sebagian ulama
bahwasanya jumlah maksimal 12 rakaat adalah pendapat yang tidak memiliki
sandaran sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Hafidz Abul Fadl Ibn
Hajar dan yang lainnya.”. Beliau juga membawakan perkataan Al-Hafidz
Al-’Iraqi dalam
Syarh Sunan Tirmidzi, “Saya tidak mengetahui
seorangpun sahabat maupun tabi’in yang membatasi shalat dhuha dengan 12
rakaat. Demikian pula, saya tidak mengetahui seorangpun ulama madzhab
kami (syafi’iyah) – yang membatasi jumlah rakaat dhuha – yang ada
hanyalah pendapat yang disebutkan oleh Ar-Ruyani dan diikuti oleh
Ar-Rafi’i dan ulama yang menukil perkataannya.”
Setelah menyebutkan
pendapat sebagian ulama Syafi’iyah, As-Suyuthy menyebutkan pendapat
sebagian ulama malikiyah, yaitu Imam Al-Baaji Al-Maliky dalam
Syarh Al-Muwattha’
Imam Malik. Beliau mengatakan, “Shalat dhuha bukanlah termasuk shalat
yang rakaatnya dibatasi dengan bilangan tertentu yang tidak boleh
ditambahi atau dikurangi, namun shalat dhuha termasuk shalat sunnah yang
boleh dikerjakan semampunya.” (
Al-Hawi lil fataawa, 1:66).
Kesimpulan dan Tarjih
Jika dilihat dari dalil tentang shalat dhuha yang dilakukan Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam jumlah rakaat maksimal yang pernah beliau lakukan adalah 12 rakaat. Hal ini ditegaskan oleh Al-’Iraqi dalam
Syarh Sunan Tirmidzi dan Al-’Aini dalam
Umdatul Qori Syarh Shahih Bukhari.
Al-Hafidz Al ‘Aini mengatakan, “Tidak adanya dalil –yang menyebutkan
jumlah rakaat shalat dhuha– lebih dari 12 rakaat, tidaklah menunjukkan
terlarangnya untuk menambahinya.” (
Umdatul Qori, 11:423)
Setelah membawakan perselisihan tentang batasan maksimal shalat dhuha, Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah mengatakan,
“Pendapat yang benar adalah tidak ada batasan maksimal untuk jumlah rakaat shalat dhuha karena:
- Hadis Mu’adzah yang bertanya kepada Aisyah radhiallahu’anha, “Apakah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
shalat dhuha?” Jawab Aisyah, “Ya, empat rakaat dan beliau tambahi
seseuai kehendak Allah.” (HR. Muslim, no. 719). Misalnya ada orang
shalat di waktu dhuha 40 rakaat maka semua ini bisa dikatakan termasuk
shalat dhuha.
- Adapun pembatasan delapan rakaat sebagaimana disebutkan dalam hadis tentang fathu Mekah dari Umi Hani’, maka dapat dibantah dengan dua alasan: pertama, sebagian besar ulama menganggap shalatnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika fathu
Mekah bukan shalat dhuha namun shalat sunah karena telah menaklukkan
negeri kafir. Dan disunnahkan bagi pemimpin perang, setelah berhasil
menaklukkan negri kafir untuk shalat 8 rakaat sebagai bentuk syukur
kepada Allah. Kedua, jumlah rakaat yang disebutkan dalam hadis tidaklah menunjukkan tidak disyariatkannya melakukan tambahan, karena kejadian Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam shalat delapan rakaat adalah peristiwa kasuistik –kejadian yang sifatnya kebetulan– (As-Syarhul Mumthi’ ‘alaa Zadil Mustaqni’ 2:54).
Doa sholat dhuha
Do’a Shalat Dhuha bahasa Arab :
Berikut ini merupakan bacaan doa sholat dhuha dalam bahasa arab
اَللهُمَّ
اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ، وَالْجَمَالَ
جَمَالُكَ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ،
وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. اَللهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقَى فِى السَّمَآءِ
فَأَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَاِنْ كَانَ
مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ
بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ
وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِىْ مَآاَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
Do’a Shalat Dhuha bahasa indonesia
Sedangkan bagi yang belum bisa membaca tulisan Arab, bisa membaca tekst latin di bawah ini
Allahumma
innadh dhuha-a dhuha-uka, wal bahaa-a bahaa-uka, wal jamaala jamaaluka,
wal quwwata quwwatuka, wal qudrata qudratuka, wal ishmata ishmatuka.
Allahuma inkaana rizqi fis samma-i fa anzilhu, wa inkaana fil ardhi
fa-akhrijhu, wa inkaana mu’asaran fayassirhu, wainkaana haraaman
fathahhirhu, wa inkaana ba’idan fa qaribhu, bihaqqiduhaa-ika wa
bahaaika, wa jamaalika wa quwwatika wa qudratika, aatini maa ataita
‘ibadakash shalihin.
Artinya doa sholat dhuha
Di bawah ini merupakan arti dari bacaan sholat dhuha
“Ya
Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah
keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah
kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Ya Allah, apabila rezekiku
berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi
maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah,
apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai
Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada
hamba-hambaMu yang soleh”.
Semoga artikel mengenai
panduan sholat dhuha
yang dilengkapi dengan bacaan niat dan doa sholat dhuha di atas bisa
bermanfaat bagi. Rajinlah sholat dhuha setiap pagi. Semoga selalu
berlimpah pahala dari Allah SWT, mendapatkan rezki halal dan baik bagi
dunia dan akhirat. Aamiin.